Senin, 14 Desember 2020

"Haruskah Indonesia BerEkonomi Islam"?...

 

Indonesia memiliki potensi menjadi pemain kunci dalam ekonomi dan keuangan syariah global.Menurut data dari Halal Industry Development Corporation tahun 2016, potensi ekonomi syariah diperkirakan mencapai US$2,3 triliun. Produk dan jasa perekonomian syariah mencakup beberapa aspek seperti makanan, kosmetik, keuangan syariah, dan logistik.Untuk mengkaji hal tersebut, Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) menggelar Muktamar Ke-IV dengan gagasan "Indonesia Menuju Pusat Ekonomi dan Keuangan Islam Dunia".Indonesia berada di posisi strategis bagi halal superhighway link dalam global halal supply chain. Kita juga bisa menjadi pasar produk halal sekaligus produsen terbesar di dunia.

Potensi sektor lain yang dapat dimanfaatkan Indonesia adalah sektor pariwisata halal. Menurut data pariwisata halal global, saat ini Indonesia berada di peringkat keempat sebagai negara dengan turis Muslim terbesar dengan jumlah pengeluaran sebanyak US$9,7 miliar (Rp141 triliun). Adapun total turis domestik sebesar 200 juta orang. Menurut Munifah, sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, Indonesia perlu menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas pada seluruh bidang, termasuk ekonomi dan keuangan syariah, guna memaksimalkan potensi pendapatan dari sektor ini.

            Secara filosofis, cita-cita hukum ekonomi Indonesia adalah menggagas dan menyiapkan konsep hukum tentang kehidupan ekonomi. Kehidupan ekonomi yang diinginkan adalah kehidupan berbangsa dan bernegara yang rakyatnya memiliki kesejahteraan dan keadilan sosial, sebagaimana yang dicita-citakan Pancasila. Bertolak dari cita-cita tersebut, ke depan hukum ekonomi harus menunjukkan sifat yang akomodatif terhadap : 1) perwujudan masyarakat yang adil dan makmur; 2) keadilan yang proporsional dalam masyarakat; 3) tidak adanya deskriminatif terhadap pelaku ekonomi, 4) persaingan yang tidak sehat. Cita-cita hukum ekonomi ini searah dengan cita hukum Islam yang tertuang dalam maqᾱṣid asy-syari'ah dengan berintikan pada membangun dan menciptakan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat manusia. Cita hukum Islam dalam bidang ekonomi terlihat dalam konsepnya tentang aktivitas ekonomi dipandang sebagi wahana bagi masyarakat untuk membawa kepada, paling tidak pelaksanaan dua ajaran al-Qur’an, yaitu prinsip saling at- ta’awwun (membantu dan saling bekerja sama antara anggota masyarakat untuk kebaikan) dan prinsip menghindari garar.

        Masuknya unsur Islam (ekonomi syariah) dalam cita hukum ekonomi Indonesia, bukan berarti mengarahkan ekonomi nasional ke arah idiologi ekonomi agama tertentu, tetapi dikarenakan ekonomi syari'ah sudah lama hidup dan berkembang  di dunia. Pada tataran praktis, keberadaan lembaga-lembaga keuangan syariah sekarang ini menunjukkan adanya perkembangan yang semakin pesat. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran sebagian besar umat Islam untuk melaksanakan Islam secara kaffah. Perkembangan ini tentu memberikan harapan baru bagi para pelaku usaha untuk menjalankan bisnis yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan materiil semata, tetapi juga sesuai dengan spirit hukum syariah yang menjanjikan pemenuhan kebutuhan batiniyah. Menurut pandangan Islam bahwa istilah hukum dan syariah merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena setiap kali mengkaji hukum sejatinya adalah syariah itu sendiri.

         Jadi, Indonesia sudah seharusnya beralih ke ekonomi Islam, untuk  menghindari hal-hal yang tidak jelas dalam melakukan kegiatan ekonomi, seperti gharar. Menjalankan ekonomi secara Islam merupakan sebuah bentuk menjalankan ajaran Islam secara kaffah. Sebuah aktifitas ekonomi yang tidak hanya kepada hubungan sesama manusia (muamalah) tetapi juga kaitannya hubungan antara manusia dengan sang pencipta. Maka dengan berekonomi secara Islam sebuah perimbangan tersebut dapat diwujudkan. Selain itu, Indonesia juga di penuhi masyarakat yang mayoritas bergama Islam, sehingga sangat mendukung bagi Indonesia untuk mewujudkan ekonomi Islam.

 

 

 


1 komentar: